RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
MATAPELAJARAN BAHASA INDONESIA
PORTOFOLIO
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Pengembangan Media 3 Dimensi
yang dibina oleh Prof. Dr. Mohammad Efendi, M.Pd M.Kes
Oleh
Widyatama Cahya C (108121409925)
OFF A
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
November 2010
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMA Negeri 2 Nganjuk
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : X/I
Alokasi Waktu : 4 × 45 menit
Standar Kompetensi : 4. Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif)
Kompetensi Dasar : 4.2 Menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf deskriptif
Indikator :
1. Mampu memahami pengertian dan karakteristik/ciri karangan deskriptif
2. Mampu menentukan objek/topik pengamatan (observasi) sebagai bahan penulisan karangan deskriptif
3. Mampu mengadakan pengamatan (observasi) berdasarkan objek/topik yang dipilih
4. Mampu membuat kerangka karangan deskriptif berdasarkan hasil pengamatan (observasi)
5. Mampu mengembangkan kerangka karangan menjadi sebuah karangan deskriptif
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu memahami pengertian dan karakteristik/ciri karangan deskriptif
2. Siswa mampu menentukan objek/topik pengamatan (observasi) sebagai dasar bahan penulisan karangan deskriptif
3. Siswa mampu mengadakan pengamatan (observasi) berdasarkan objek/topik yang dipilih
4. Siswa mampu membuat kerangka karangan deskriptif berdasarkan hasil pengamatan (observasi)
5. Siswa mampu mengembangkan kerangka karangan menjadi sebuah karangan deskriptif yang baik
II. Materi Pembelajaran
Memahami Karakteristik/Ciri Karangan Deskriptif
Karangan deskriptif adalah karangan yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskriptif bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan. Karangan deskriptif mempunyai ciri-ciri yag khas, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam karangan deskriptif, hal-hal yang menyentuh pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan).
2. Ciri-ciri yang kedua adalah penyajian urutan ruang. Penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun secara berurutan.
3. Ciri-ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detail/terperinci menurut penangkapan si penulis.
…Seorang gadis berpakaian hitam…
…Tiga lelaki tanpa alas kaki…
4. Dalam paragraph deskripsi, unsure perasaan lebih tajam daripada pikiran.
…bersama terpaan angin yang lembut…
Objek/Topik yang Dapat Dijadikan Pengamatan
Karangan deskripsi hakikatnya adalah suatu pelukisan atau penggambaran suatu hal. Berikut adalah contoh objek/topik yang tepat dijadikan pengamatan sebagai dasar bahan penulisan karangan deskriptif.
1. Suasana senja di Pantai Kuta
2. Pesona Danau Toba
3. Indahnya bulan purnama
4. Kumuhnya pasar tradisional
5. Kemacetan lalu lintas dsb
Prosedur Pengamatan
Menulis karangan deskripsi berdasarkan pengamatan (observasi).
1. Pilihlah objek yang akan kalian amati!
2. Pergilah ke luar kelas untuk mengamati objek tersebut!
3. Catatlah hasil pengamatanmu terhadap objek tersebut ke dalam secarik kertas.
4. Jadikan hasil pengamatanmu tersebut sebagai dasar pembuatan kerangka karangan.
5. Mulailah untuk membuat kerangka karangan deskriptif!
Menyusun Kerangka Karangan Deskriptif
Kerangka karangan deskriptif terdiri dari tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, isi atau tubuh karangan, dan penutup. Bagian pendahuluan biasanya memperkenalkan apa yang akan digambarkan atau dilukiskan (topik). Isi atau tubuh karangan menjelaskan lebih lanjut mengenai topik yang digambarkan. Pada bagian ini penulis berusaha menggambarkan sedetail-detailnya supaya informasi yang disajikan menjadi jelas bagi pembaca. Bagian penutup biasanya berupa penegasan mengenai sesuatu yang digambarkan.
III. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Inkuiri
4. Diskusi
5. Penugasan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1. Pertemuan awal
a) Kegiatan awal
1. Guru mengawali pembelajaran dengan salam pembuka
2. Guru mengisi daftar hadir siswa kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini
3. Guru melaksanakan apersepsi dengan bertanya pada siswa, misalnya :
a. Apa yang kalian ketahui tentang karangan deskripsi?
b. Pernahkah kalian melihat suatu hal atau peristiwa yang menarik kemudian kalian mendeskrip-sikan suatu hal atau peristiwa tersebut?
b) Kegiatan inti
1. Siswa ditunjukkan contoh-contoh paragraf deskriptif dengan objek yang berbeda-beda
2. Siswa berdiskusi untuk merumuskan pengertian dan karakteristik paragraf deskriptif
3. Siswa menginventaris objek-objek observasi yang akan dideskripsikan dengan saling bertukar pendapat
4. Siswa menetapkan objek deskripsi dan mengobservasinya secara tepat dan cermat
c) Kegiatan penutup
1. Siswa menanyakan kesulitan-kesulitan pada pembelajaran hari ini
2. Siswa menyimpulkan materi pembelajaran hari ini
3. Guru memberi tindak lanjut dengan menyuruh siswa untuk meneruskan pengamatan di luar jam sekolah
4. Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam penutup
10 menit
70 menit
10 menit Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
Diskusi
Penugasan
Inkuiri
Tanya jawab
Inkuiri
Penugasan
Ceramah
2. Pertemuan kedua
a) Kegiatan awal
1. Guru mengawali pembelajaran dengan salam pembuka
2. Guru mengisi daftar siswa kemudian langsung mengkondisikan siswa untuk siap belajar
3. Guru menanyakan hasil pengamatan yang telah dilakukan siswa sebagai bahan penulisan karangan deskripsi selanjutnya
b) Kegiatan inti
1. Siswa mulai menyusun kerangka karangan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
2. Siswa mengembangkan kerangka karangan tersebut ke dalam bentuk paragraf-paragraf karangan deskriptif dengan struktur dan pilihan kata yang baik
3. Siswa menuliskan kembali secara rapi dan runtut karangan deskriptif yang telah terkonsep
c) Kegiatan penutup
1. Siswa mengumpulkan karangam deskriptif tersebut ke meja guru untuk dinilai
2. Siswa merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup yang bisa dipetik dari pembelajaran hari ini
3. Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam penutup 10 menit
70 menit
10 menit
Ceramah
Tanya jawab
Penugasan
Penugasan
Penugasan
Penugasan
Refleksi
Ceramah
V. Alat dan Sumber
Alat : LCD proyektor
Sumber : Lingkungan yang diobservasi
Buku panduan observasi
Buku teks bahasa Indonesia untuk SMA kelas X semester I
Contoh teks karangan deskriptif
VI. Penilaian
1. Teknik : Tes unjuk kerja
2. Bentuk : Uji petik kerja prosedur dan produk
3. Instrumen :
1. Berdasarkan teks karangan deskriptif yang disajikan, diskusikanlah pengertian dan karakteristik karangan deskriptif!
2. Setelah kalian memahami dan mengetahui pegertian serta karakteristik karangan deskriptif. Mulailah untuk menentukan objek/topik observasi sebagai dasar bahan penulisan karangan deskriptif!
3. Lakukanlah pengamatan (observasi) berdasarkan objek/topik yang telah kalian tetapkan dengan prosedur pengamatan yang baik!
4. Buatlah kerangka karangan deskripsi berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh!
5. Kembangkanlah kerangka karangan tersebut menjadi sebuah karangan deskripsi yang baik!
RUBRIK PENILAIAN MENULIS
NAMA :
KELAS/NO. ABSEN :
TANGGAL PENILAIAN :
KOMPETENSI DASAR : Menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf deskriptif
ASPEK KRITERIA SKOR
Isi
(15 -30) Topik /objek jelas, deskripsi mendetail/rinci dan tuntas/utuh, memberi gambaran/citraan secara jelas, ada asosiasi/ analogi/komparasi dengan objek sejenis 25 - 30
Topik /objek jelas, deskripsi kurang mendetail/ rinci dan kurang tuntas/ utuh, kurang memberi gambaran/citraan secara jelas, ada asosiasi/ analogi/komparasi dengan objek sejenis 20 - 24
Topik /objek jelas, deskripsi secara dangkal/ umum dan hanya sebagian, tidak memberi gambaran/citraan secara jelas, tidak ada asosiasi/ analogi/ komparasi dengan objek sejenis 15 - 19
Organisasi
Gagasan
(10-20) Berpola: ada pendahuluan, isi, penutup, gagasan dibatasi dalam BAB-BAB paragraph 16 - 20
Ada pendahuluan, isi, tetapi tidak ada penutup, ada paragraf berisi dua gagasan utama 13 - 15
Karangan tidak diorganisasi sama sekali, tidak jelas pendahuluan, isi, penutup 10 - 12
Bahasa
(15-30) Paragraf kohesif dan koheren, kalimat efektif dan komunikatif, struktur kalimat baku, diksi tepat dan variatif, makna tidak ambigu, penerapan konjungsi secara tepat 27 - 30
Ada beberapa paragraf tidak kohesif, ada kalimat yang tidak efektif dan ambigu, diksi ada yang salah konteks, pemakaian konjungsi ada yang keliru 21 - 26
Banyak paragraf tidak kohesif, banyak kalimat yang tidak efektif dan ambigu, diksi banyak yang salah konteks, pemakaian konjungsi banyak yang keliru 17 - 20
Paragraf tidak padu, kalimat tidak efektif, sebagian besar struktur kalimat yang salah, diksi sangat terbatas dan banyak salah konteks, penerapan konjungsi tidak tepat. 15 - 16
Mekanik
(8-20) Tidak ada kesalahan ejaan sama sekali, bila ditulis tangan terlihat rapi dan jelas terbaca, tidak ada salah ketik, pemilihan jenis dan ukuran huruf sesuai, margin sangat pas 17 - 20
Ada beberapa kesalahan ejaan, tulisan tangan rapi, ada beberapa salah ketik, penentuan jenis, ukuran huruf, margin pas 13 - 16
Cukup banyak kesalahan ejaan dan salah ketik. Tulisan tangan kurang rapi. Jenis, ukuran huruf dan margin tidak konsisten 10 - 12
Mengabaikan ejaan, tulisan tangan sangat tidak rapi, banyak sekali salah ketik, penentuan jenis, ukuran huruf, dan margin semaunya sendiri 8 - 9
JUMLAH 100
Malang, 5 Desember 2010
Mengetahui,
Kepala Guru Mata Pelajaran
Drs. Sunaryo, MM Widyatama Cahya, S.Pd
NIP. 131 572 816 NIP. 108121409925
LAMPIRAN
Bacalah dua kutipan di bawah ini!
Kutipan I
Topik : Suasana malam
Malam itu, indah sekali. Di langit, bintang-bintang berkelip-kelip memancarkan cahaya. Hawa dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik, burung malam, dan kelelawar mengusik sepinya malam. Angin berembus pelan dan tenang.
Kutipan II
Topik : Sebuah ruangan
Kamar itu, menurut penglihatan saya, sangatlah besar dan bagus. Sebuah tepat tidur besi besar dengan kasur, bantal, guling, dan kelambu yang serba putih, berenda dan berbunga putih, berada di kamar mepet dinding sebelah utara. Kemudian, satu cermin oval besar tergantung di dinding selatan. Di kamar itu juga ada lemari pakaian yang amat besar terbuat dari kayu jati. Lemari kokoh itu tepat berada di samping pintu kamar.
2
Menulis
Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif)
Menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf deskriptif
1. Mampu menentukan objek dalam observasi
2. Mampu membuat kerangka karangan deskriptif berdasarkan objek yang diamati
3. Mampu menyusun sebuah karangan deskriptif berdasarkan kerangka yang telah dibuat
1. Objek observasi
2. Kerangka karangan deskriptif
3. Karangan deskriptif
· Konstruktivisme
· Diskusi kelokmpok
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Salam
b. Mengisi presensi
c. Melaksanakan apersepsi dengan tanya jawab tentang paragraf deskriptif
2. Kegiatan Inti
a. Siswa secara berkelompok melakukan observasi terhadap objek yang ditentukan
b. Siswa menulis kerangka karangan berdasarkan objek yang diamati
c. Siswa menulis karangan deskriptif berdasarkan kerangka yang telah dibuat
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa memperoleh gambaran tentang karangan deskriptif
b. Salam penutup
Buku panduan observasi, lingkungan yang diobservasi
Portofolio
Lembar observasi
Sabtu, 11 Desember 2010
Sabtu, 23 Oktober 2010
Patutkah diri ini buat sang bidadari
Aku menyadari bahwa diri ini bukan sang malaikat
aku hanya manusia yang tak luput dari salah
akupun tak mampu jadi yang tebaik buatmu
menjadi yang kau ingin
menjadi imam dalam perjalanan hidupmu
banyak akan kekurangan hidup ini
yang tak mampu ku uraikan dalam barisan kata kata
ku hanya menginginkan jalan yang terbaik dan nyaman buat kita
sungguh tak sedikitpun terbesit dalam fikirku punya niat buat melukai hatimu
itulah carakau buat mengaplikasaikan rasa sayang ini kepadamu
walaupun aku tahu kamu tak terima akan semua itu
cita-cita, harapan, dan doa untuk mencapai tujuan bersama
tapi, kitapun tidak saling kenal, kemauan kita sungguh jauh berberda
aku hanya ingin ada jalan yang terbaik buat kita.
semoga kita bisa belajar dari semuA ini.
Rabu, 20 Oktober 2010
METODOLOGI PENELITIAN
Widyatama Cahya C
108121409925 / TEP A
JENIS-JENIS PENELITIAN
Secara garis besar, penelitian dapat dibedakan dari beberapa aspek :
1. Aspek tujuan
Penelitian dari aspek tujuan ada dua macam yaitu :
a. Penelitian dasar atau penelitian murni
Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan pada pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia masyarakat.
Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian tentang alam serta hokum-hukumnya. Pengetahuan ini merupakan alat untuk memecahkan masalah-masalah praktika, walaupunia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan menjawabmasalah-masalah praktis tersebut.
Charters (1920) menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas hainya pemilihan sebuah masalah khas dari sumber mana saja, dan secara hati-hati memecahkan masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial atau ekonomi ataupun masyarakat. Contoh penelitian murni misalnya penelitian tentang gene,tentang nucleus, dan sebagainya.
b. Penelitian terapan
Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Hasil penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada.
Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan masyarakat serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan harus dengan segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluwarsa.
Contoh penelitian terapan di antaranya termasuk survei konsumen yang dilakukan oleh sebuah toko dan supermarket, penelitian tindakan tentang alat-alat ternologi pertanian dan alat produksi dalam suatu perusahaan. Penelitian pendidikan yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan keinginan belajar siswa, implementasi kurikulum, peningkatan kualitas, dan sebagainya.
2. Aspek metode
Beberapa macam bentuk penelitian dari aspek metode adalah :
a. Penelitian deskriptif
Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan ialah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Penelitian deskriptif ini juga disebut penelitian praeksperimen. Karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
Penelitian deskriptrif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah atau guide dalam penelitian.
b. Penelitian sejarah
Penelitian ini juga dilihat sepintas sama dengan penelitian deskriptif. Keduanya sama-sama menggunakan penggambaran secara komprehensif tentang objek atau subjek penelitian. Yang membedakan dalam penelitian sejarah, peneliti lebih memfokuskan pencarian data dengan metode wawancara pada pelaku sejarah, misalnya para pimpinan yang terlibat dan tokh-tokoh masyarakat yang mengalami dan menggunakan sumber-sumber lain termasuk objek peninggalan kejadian, prasasti, dan buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti. Tujuan dari kegiatan tersebut ialah untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap peristiwa besar atau objek yang diteliti. Di negara berkembang termasuk di Indonesia ini,penelitian sejarah belum menjadi perhatian yang serius oleh para ahli dibidangnya. Oleh karena itu, tidak aneh jika terjadi penyimpangan terhadap objektivitas yang dapat berakibat seperti berikut :
1) Peristiwa besar dalam kehidupan masyarakat yang diambil dengan metodologi penelitian yang valid masih kurang.
2) Peristiwa biasa menjadi legendaris dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
3) Banyak digunakan oleh para penguasa untuk memperoleh legitimasi yang lebih besar dan melanggengkan kekuasaannya.
c. Penelitian survei
Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status. Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa varibel. Para penelitian pada umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Hasil yang dari penelitian survey juga dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti berikut:
1) Penelitian inji dapat digunakan sebagai bentuk awal penelitian yang direncanakan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang lebih spesifik.
2) Dengan penelitian survey, para peneliti dapat melakukan eksplorasi dan deskriptif sebagai tujuan penelitian.
3) Dengan penelitian ini, mereka juga dapat melakukan klasifikasi terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan kemudian
d. Penelitian ex-postfakto
Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai penelitian korelasi atau diprediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh tertentu pada variabel terikat. Sedangkan untuk mencari hubungan maupun prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.
e. Penelitian eksperimen
Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada. Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment atau yang memperoleh perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh perlakuan. Penelitian eksperimen karene peneliti sudah melkukan kegiatan mengontrol meke hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan akibat. Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis dan melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam kondisi eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa (laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti. Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik adalah diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan penelitian eksperimen.
f. Penelitian kuasi eksperimen
Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan dibidang il mu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia, dimana mereka tidak boleh dibedakan antara satu de ngan yang lain seperti mendapat perlakuan karena berstatus sebagai grup control. Pada penelitian kuasi eksperimen peneliti dapat membagi grup yang ada dengan tanpa memmbedakan antara control dan grup secara nyata dengan tetap mengacu pada bentuk alami yang sudah ada.
3. Aspek kajian / garapan
Bentuk penelitian dari aspek kajian atau garapan adalah :
a. Penelitian kependidikan
Bidang garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar masalah pendidikan, baik mencakup factor internal pendidikan termasuk: komponen guru, siswa, kurikulum sistem pengajaran, manajemen pendidikan, dan hubungan lembaga denngan masyarakat. Disamping itu, penelitian juga mencakup factor-faktor eksternal seperti krbijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan, pengaruh gaya hidup elit politik terhadap prospek pendidikan, pengaruh kehidupan social dan ekonomi terhadap pendidikan generasi muda.
b. Penelitian non-kependidikan
Penelitian non-kependidikan ini mempunya cakupan yang luas sekali seluas bidang keahlian dan variasi dari para pembaca. Contoh penelitian non-kependidikan adalah penelitian social, ekonomi, politik, kebijakan pemerintah, sejarah, antropologi, pertanian, teknologi, penelitian agama dan peradaban masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Fuchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hppt://www.ardhana12.wordpress.com20080208penelitian-eksperimen-satu-metode-dalam-ptk.htm (February 8, 2008)
Margono, S. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukardi. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Zariah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Malang: Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Diposkan oleh Eddy Syahrizal di 21.55
108121409925 / TEP A
JENIS-JENIS PENELITIAN
Secara garis besar, penelitian dapat dibedakan dari beberapa aspek :
1. Aspek tujuan
Penelitian dari aspek tujuan ada dua macam yaitu :
a. Penelitian dasar atau penelitian murni
Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan pada pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia masyarakat.
Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian tentang alam serta hokum-hukumnya. Pengetahuan ini merupakan alat untuk memecahkan masalah-masalah praktika, walaupunia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan menjawabmasalah-masalah praktis tersebut.
Charters (1920) menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas hainya pemilihan sebuah masalah khas dari sumber mana saja, dan secara hati-hati memecahkan masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial atau ekonomi ataupun masyarakat. Contoh penelitian murni misalnya penelitian tentang gene,tentang nucleus, dan sebagainya.
b. Penelitian terapan
Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Hasil penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada.
Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan masyarakat serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan harus dengan segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluwarsa.
Contoh penelitian terapan di antaranya termasuk survei konsumen yang dilakukan oleh sebuah toko dan supermarket, penelitian tindakan tentang alat-alat ternologi pertanian dan alat produksi dalam suatu perusahaan. Penelitian pendidikan yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan keinginan belajar siswa, implementasi kurikulum, peningkatan kualitas, dan sebagainya.
2. Aspek metode
Beberapa macam bentuk penelitian dari aspek metode adalah :
a. Penelitian deskriptif
Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan ialah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Penelitian deskriptif ini juga disebut penelitian praeksperimen. Karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
Penelitian deskriptrif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah atau guide dalam penelitian.
b. Penelitian sejarah
Penelitian ini juga dilihat sepintas sama dengan penelitian deskriptif. Keduanya sama-sama menggunakan penggambaran secara komprehensif tentang objek atau subjek penelitian. Yang membedakan dalam penelitian sejarah, peneliti lebih memfokuskan pencarian data dengan metode wawancara pada pelaku sejarah, misalnya para pimpinan yang terlibat dan tokh-tokoh masyarakat yang mengalami dan menggunakan sumber-sumber lain termasuk objek peninggalan kejadian, prasasti, dan buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti. Tujuan dari kegiatan tersebut ialah untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap peristiwa besar atau objek yang diteliti. Di negara berkembang termasuk di Indonesia ini,penelitian sejarah belum menjadi perhatian yang serius oleh para ahli dibidangnya. Oleh karena itu, tidak aneh jika terjadi penyimpangan terhadap objektivitas yang dapat berakibat seperti berikut :
1) Peristiwa besar dalam kehidupan masyarakat yang diambil dengan metodologi penelitian yang valid masih kurang.
2) Peristiwa biasa menjadi legendaris dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
3) Banyak digunakan oleh para penguasa untuk memperoleh legitimasi yang lebih besar dan melanggengkan kekuasaannya.
c. Penelitian survei
Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status. Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa varibel. Para penelitian pada umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Hasil yang dari penelitian survey juga dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti berikut:
1) Penelitian inji dapat digunakan sebagai bentuk awal penelitian yang direncanakan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang lebih spesifik.
2) Dengan penelitian survey, para peneliti dapat melakukan eksplorasi dan deskriptif sebagai tujuan penelitian.
3) Dengan penelitian ini, mereka juga dapat melakukan klasifikasi terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan kemudian
d. Penelitian ex-postfakto
Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai penelitian korelasi atau diprediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh tertentu pada variabel terikat. Sedangkan untuk mencari hubungan maupun prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.
e. Penelitian eksperimen
Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada. Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment atau yang memperoleh perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh perlakuan. Penelitian eksperimen karene peneliti sudah melkukan kegiatan mengontrol meke hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan akibat. Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis dan melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam kondisi eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa (laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti. Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik adalah diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan penelitian eksperimen.
f. Penelitian kuasi eksperimen
Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan dibidang il mu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia, dimana mereka tidak boleh dibedakan antara satu de ngan yang lain seperti mendapat perlakuan karena berstatus sebagai grup control. Pada penelitian kuasi eksperimen peneliti dapat membagi grup yang ada dengan tanpa memmbedakan antara control dan grup secara nyata dengan tetap mengacu pada bentuk alami yang sudah ada.
3. Aspek kajian / garapan
Bentuk penelitian dari aspek kajian atau garapan adalah :
a. Penelitian kependidikan
Bidang garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar masalah pendidikan, baik mencakup factor internal pendidikan termasuk: komponen guru, siswa, kurikulum sistem pengajaran, manajemen pendidikan, dan hubungan lembaga denngan masyarakat. Disamping itu, penelitian juga mencakup factor-faktor eksternal seperti krbijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan, pengaruh gaya hidup elit politik terhadap prospek pendidikan, pengaruh kehidupan social dan ekonomi terhadap pendidikan generasi muda.
b. Penelitian non-kependidikan
Penelitian non-kependidikan ini mempunya cakupan yang luas sekali seluas bidang keahlian dan variasi dari para pembaca. Contoh penelitian non-kependidikan adalah penelitian social, ekonomi, politik, kebijakan pemerintah, sejarah, antropologi, pertanian, teknologi, penelitian agama dan peradaban masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Fuchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hppt://www.ardhana12.wordpress.com20080208penelitian-eksperimen-satu-metode-dalam-ptk.htm (February 8, 2008)
Margono, S. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukardi. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Zariah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Malang: Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Diposkan oleh Eddy Syahrizal di 21.55
Minggu, 17 Oktober 2010
MEMBEDAH KEKUATAN DAN KELEMAHAN KTSP
MEMBEDAH KEKUATAN DAN KELEMAHAN KTSP
Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Pengembangan KTSP
yang dibina oleh Prof. Dr. Mohammad Efendi, M.Pd M.Kes
Oleh
Widyatama Cahya C (108121409925)
OFF A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
September 2010
PENDAHULUAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : (1) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Belajar untuk memahami dan menghayati. (3) Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. (4) Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain. (5) Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Sebagaimana lazimnya sebuah kurikulum, KTSP memiliki kekuatan sekaligus kelemahan. Makalah ini mencoba menelisiknya lebih jauh dari tiga mainstream, yakni globalisasi lokal; standar nasional pendidikan; dan kepentingan nation. Diharapkan dengan uraian ini terbentuk perspektif yang lebih luas dalam memandang KTSP yang sudah sedang diimplementasikan.
Kekuatan KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia. Sedangkan kelemahan KTSP adalah meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan standar kelulusan, di samping KTSP juga menyimpan potensi destruktif yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan secara konsisten menjalankan Pasal 72 PP 19/2005, dan mengimplementasikan pendidikan multikultural.
PEMBAHASAN
KTSP dan Arus Globalisasi Lokal
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki stressing yang berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Perbedaan tersebut terlihat pada penekanan keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Dalam Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa, daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. Muatan lokal menjadi salah satu isi KTSP, ia tidak saja dalam wujud pokok bahasan tetapi sampai pada mata pelajaran baru. Ini dalam rangka menciptakan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Membangun keunggulan lokal yang berdaya saing global boleh dikatakan merupakan merek dari KTSP. Bahwa ini merupakan suatu pendekatan baru globalisasi yang lazimnya diperankan oleh komunitas yang merasa menjadi pengimpor ilmu pengetahuan dan berbagai produk dari barat (Amerika), bahkan menjadi korban dari dominasi produk, wacana budaya dan nilai tersebut. Globalisasi semacam itu disebut globalisasi lokal (Glokal).
Sebutan Glokal atau "globalisasi lokal" pertama sekali digunakan oleh ahli globalisasi dan identitas kebudayaan kelahiran India, Indrajit Banerjee. Istilah ini diciptakan guna menggambarkan fenomena yang mengizinkan berbagai komunitas diaspora di seluruh dunia untuk menggunakan media jaringan kerja global media dalam berpegang pada berbagai aturan, berita, tradisi, dan teman lokal mereka - tak peduli di manapun mereka tinggal. Sebagaimana juga dikatakan Soh yang dikutip Banerjee, bahwa globalisasi lokal "adalah globalisasi yang sebaliknya. Alih-alih media global meliputi Asia; wilayah berbagai media lokal justru mulai mengglobal. Fenomena "globalisasi lokal" dikendalikan oleh permintaan akan berita lokal dan informasi dari orang-orang Asia yang terdiaspora, khusus jutaan emigran China dan India yang kini hidup di hampir setiap bagian dunia". (Thomas L. Friedman, 2006:592). Munculnya kebutuhan akan informasi-informasi lokal tidak untuk mengeksploitasi tetapi memunculkannya sebagai kekuatan lokal yang dapat mengglobal
Dalam rangka membangun kekuatan-kekuatan lokal inilah, berbagai bidang dapat didekati antara lain budaya, parawisata, dan pendidikan sebagai lokomotif. Dalam bidang pendidikan sebagaimana telah disinggung pada bagian awal bab ini bahwa, kurikulum pendidikan (KTSP) telah memberikan stressing kepada upaya membangun kekuatan dan keunggulan lokal yang berdaya saing global.
Jadi, dalam hal ini KTSP menjadi sarana, di mana globalisasi lokal dapat dikembangkan dan nilai yang hendak ditegakkan adalah keberagaman budaya dalam proses globalisasi bukan keseragaman.
Membangun keunggulan lokal yang berdaya saing global boleh dikatakan merupakan merek dari KTSP. Bahwa ini merupakan suatu pendekatan baru globalisasi yang lazimnya diperankan oleh komunitas yang merasa menjadi pengimpor ilmu pengetahuan dan berbagai produk dari barat (Amerika), bahkan menjadi korban dari dominasi produk, wacana budaya dan nilai tersebut. Globalisasi semacam itu disebut globalisasi lokal (Glokal).
Sebutan Glokal atau "globalisasi lokal" pertama sekali digunakan oleh ahli globalisasi dan identitas kebudayaan kelahiran India, Indrajit Banerjee. Istilah ini diciptakan guna menggambarkan fenomena yang mengizinkan berbagai komunitas diaspora di seluruh dunia untuk menggunakan media jaringan kerja global media dalam berpegang pada berbagai aturan, berita, tradisi, dan teman lokal mereka - tak peduli di manapun mereka tinggal. Sebagaimana juga dikatakan Soh yang dikutip Banerjee, bahwa globalisasi lokal "adalah globalisasi yang sebaliknya. Alih-alih media global meliputi Asia; wilayah berbagai media lokal justru mulai mengglobal. Fenomena "globalisasi lokal" dikendalikan oleh permintaan akan berita lokal dan informasi dari orang-orang Asia yang terdiaspora, khusus jutaan emigran China dan India yang kini hidup di hampir setiap bagian dunia". (Thomas L. Friedman, 2006:592). Munculnya kebutuhan akan informasi-informasi lokal tidak untuk mengeksploitasi tetapi memunculkannya sebagai kekuatan lokal yang dapat mengglobal
Dalam rangka membangun kekuatan-kekuatan lokal inilah, berbagai bidang dapat didekati antara lain budaya, parawisata, dan pendidikan sebagai lokomotif. Dalam bidang pendidikan sebagaimana telah disinggung pada bagian awal bab ini bahwa, kurikulum pendidikan (KTSP) telah memberikan stressing kepada upaya membangun kekuatan dan keunggulan lokal yang berdaya saing global.
Jadi, dalam hal ini KTSP menjadi sarana, di mana globalisasi lokal dapat dikembangkan dan nilai yang hendak ditegakkan adalah keberagaman budaya dalam proses globalisasi bukan keseragaman.
KTSP dan Problem Standar Nasional Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Menurut Panduan penyusunan KTSP, Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah: kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Pemahaman yang dapat dibangun dari rumusan panduan di atas adalah, antara standar isi dan standar kelulusan jelas memiliki korelasi, bahwa standar isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai standar kompetensi lulusan. Persoalannya adalah, apakah antara pengembangan silabus dan standar kompetensi lulusan juga masih memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi. Sebab, bukankah dengan menyerahkan kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan silabusnya sendiri merupakan sebuah mekanisme yang justru meninggalkan lubang menganga.
Persoalan semakin intens ketika pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai alat satu-satunya untuk mengukur kompetensi lulusan. Padahal mekanisme ini sendiri masih belum sesuai dengan aturan. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), "Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. lulus Ujian Nasional.
Merujuk pada aturan di atas, maka dari segi implementasi, belum sesuai dengan aturan, yang mana hanya menggunakan UN sebagai patokan dalam menentukan kelulusan siswa. Pada pihak lain masih pasal yang sama ayat (2), "Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri". Di sini nampak belum konsistennya pemerintah, pada satu sisi menyerahkan tanggungjawab kepada pihak sekolah, tetapi pada pihak yang lain pemerintah ikut menentukan kelulusan. Pertanyaannya adalah apakah antara standar kelulusan yang ditentukan pihak pemerintah (BSNP) realistis dengan proses pembelajaran yang berlangsung di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia. Apakah dari segi standar isi (SI) telah dipenuhi oleh seluruh sekolah di Indonesia sehingga dalam hal standar kelulusan pun (melalui UN) diberlakukan sama.
Jadi, kalau mau jujur secara substansial dalam KTSP tidak dikenal UN, sebab pengembangan standar isi oleh sekolah-sekolah menurut karakteristik, potensi daerah, dan kebutuhan-kebutuhan daerah, bukan diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi lulusan, sebagaimana yang diukur hanya melalui UN. Anik Gufron (2008:1) menyatakan, "upaya peningkatan mutu pendidikan seringkali dilakukan secara tak proporsional dan mengabaikan dimensi kepentingan pengguna dan konteks di mana usaha tersebut hendak dilakukan. Akibatnya, banyak produk peningkatan mutu pendidikan tak memiliki nilai efektivitas dan adaptabilitas yang tinggi".
Satu hal yang perlu dicatat pula bahwa, KTSP tidak semata-mata sebagai sebuah dokumen tetapi juga sebagai program. Karenanya memiliki dimensi praksis. Ikuti pertanyaan berikut: Mungkinkan sebuah kurikulum dapat diimplementasikan di lapangan? Dan, apakah dalam implementasinya didukung oleh sumber daya yang memadai? Sebab bukan tidak mungkin, penerapan suatu kurikulum baru berpotensi gagal, jika kurang mempertimbangkan secara masak-masak kekuatan sumber daya pengguna. Sebagaimana dinyatakan oleh Allan Ornstein dan Francis Hunkins (2004:298) bahwa, "One reason that a new curriculum may miscarry is that implementation has not been considered critical in curriculum development." Lebih lanjutnya ditegaskan bahwa, "Frequently, new and innovative programs are blunted at classroom doors." Jadi, suatu kurikulum baru yang baik secara ilmiah belum tentu dapat dilaksanakan, atau akan tumpul keilmiahannya di depan pintu ruang kelas.
KTSP dan Problem Nation
Hubungan kurikulum dengan kepentingan nation merupakan salah sudut pertimbangan yang tak terabaikan dalam melahirkan kurikulum. Sebab apapun produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tetap dalam bingkai kepentingan Negara-bangsa. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kepentingan nation. Nation (Inggris) artinya bangsa. Ada tiga kata yang memiliki kesepadanan, yaitu nation=bangsa, nationality=kebangsaan, dan nationalness=kenasionalan, yang semua selalu berarti sebagai semangat nasional atau individualitas nasional. Menurut H.A.R. Tilaar (2004:107):
Istilah nasionalisme dicetuskan oleh filsuf Jerman, Gerder serta uskup Perancis, Augustin de Barruel. Dalam khasanah bahasa Inggris sendiri istilah nasionalisme mulai baru dipakai pada tahun 1836 meskipun di dalam pengertian yang bersifat teologis, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa bangsa-bangsa tertentu dipilih oleh Tuhan. Istilah ini cenderung diartikan sebagai egoisme nasional. Pengertian ini terus berkembang dan dewasa ini nasionalisme diartikan sebagaiaman yang disebutkan di atas.
Dari segi maknanya, kepentingan yang hendak ditegakkan adalah bangsa bukan individu maupun kelompok. Selanjutnya Tilaar menyatakan, "Nasionalisme adalah suatu ideologi yang menempatkan bangsa di pusat permasalahan dan berupaya untuk mempertinggi keberadaannya".
Di sana aspek kesatuan nasional mendapatkan tempat terhormat karena menjadi perekat bagi semua komponen yang ada di dalamnya. Tanpa kesatuan nasional maka suatu Negara hanya dibangun atas simbol-simbol kekuasaan yang cenderung represif atas warganya dan tidak memiliki jiwa perekat. Bahwa Negara hanya sebuah eksistensi formal sedangkan bangsa merupakan suatu identitas dari komunitas yang berada di dalamnya. Itulah sebabanya, mengapa Tilaar menyebutkan sasaran yang ketiga adalah identitas nasional. Disadari bahwa komunitas sebuah Negara terdiri dari sub-sub komunitas menurut letak geografis, latar belakang suku, budaya, bahasa, agama, kelompok pekerjaan, gender, partai politik, dan seterusnya.
Kelompok-kelompok dengan berbagai latar belakang yang berbeda jika tidak diikat dan terikat dalam sebuah kesadaran nationality maka dipastikan secara esensial sebenarnya tidak ada kesatuan, tidak ada kerekatan, dan warga terpecah-belah ke dalam latar belakang yang berbeda-beda itu. Keterpecahan itu menjadi potensi destruktif bagi kesatuan bangsa.
KTSP sebagai perekat atau berpotensi lahirkan disintegrasi bangsa?
Tibalah kita pada jantung persoalan, apakah KTSP sebagai perekat atau berpotensi lahirkan disintegrasi bangsa? Dalam suatu kesempatan perkuliahaan DR. C. Asri Budingsih pernah melontarkan pernyataan, "ada wacana yang berkembang, ketika berdiskusi dengan Prof. Amin Rais, beliau berbicara soal KTSP, mungkinkah dapat menjamin integrasi bangsa, ataukah justru sebaliknya dapat menjadi ancaman disintegrasi." Bak "gayung bersambut", penulis merasa senang karena apa yang selama ini menjadi kegelisahaan penulis ada juga dalam pemikiran Prof. Amin Rais dan DR. C. Asri Budingsih. Bagaimana jika ide dalm diskusi kedua tokoh ini terus digulirkan, penulis sangat yakin bahwa ini dapat merubah arah kebijakan Depdiknas.
Memang PR besar bangsa ini adalah bagaimana membentuk nation character dari warganya. Sebab Indonesia merupakan sebuah entitas yang sangat majemuk. Oleh karena itu, perlu memikirkan model pendidikan yang dapat mendukung atau bahkan membentuk nation character. Menurut Ernest Renan sebagaimana dikutip oleh Tilaar (2004:110) bahwa "nation tidak dapat disamakan dengan kesatuan manusia yang didasarkan pada kesaman ras, agama, ataupun letak geografis. Menurut Renan kesatuan solidaritas, kesatuan dari manusia-manusia yang merasa bersetia kawan satu dengan yang lainnya akan membentuk jiwa suatu nation. Inilah azas spiritual dari suatu nation".
Kalau demikian, model pendidikan apakah yang dipandang tepat untuk hal ini? Karena nation menghendaki adanya perasaan solidaritas antar warga yang berlainan latar belakangnya, maka pendidikan multikultural dipandang sebagai model pendidikan yang tepat untuk menjawabnya. Menurut Farida Hanum (2008:3) pendidikan multikultural didefinisikan sebagai, "pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespons perubahan demografis dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan". Menurut Guy R. Lefrançois (2000:358), Kita membutuhkan pendidikan multikutural oleh karena pendidikanlah dianggap dapat merefleksikan pemahaman dan apresiasi akan perbedaan kultur dan mengakomodasi kebutuhan anak-anak dari latar belakang yang berbeda". Dalam konteks ini pendidikan multikultural ada dan dibutuhkan karena realitas masyarakat yang memang multikultural. Tidak bisa tidak, bahwa model pendidikan multikultural adalah sebuah keharusan dalam merespons realitas dimaksud. Menurut Guy R. Lefrançois (2000:358):
Bakns and Banks (1997) dalam Lefrançois (2000:362) menyatakan begitu pentingnya tujuan pendidikan multikultural, "One of it's major, they note, is to reform education system so that all children are treated equally by the school, regardless of their cultural and language background. A second related goal is to rid school systems of unequal treatment of boys and girls."
Tampak bahwa di sekolah sendiri ada praktik ketidakadilan baik dari guru terhadap siswa maupun dari siswa terdapa teman siswa yang lain. Lefrançois (2000:358) menyatakan, "Meeting the these goal, note Banks and Banks, requires major changes not only curriculum and teaching methods, but also in curriculum in teacher and administrators' attitudes." Dibutuhkan perubahan secara mendasar tidak saja menyangkut kurikulum dan metode pembelajaran tetapi juga dalam hal perilaku guru dan tenaga adminsitrasi.
Dalam pada itu menurut Hanum yang mengutip pendapat Tilaar, Istilah "pendidikan multikultural" dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat kultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategis pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif menurut Hanum, maka kurikulum pendidikan multikultural mestinyalah mencakup subjek-subjek seperti; toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama.
Implementasi pendidikan multikultural dalam KTSP dapat didekati dari dua pendekatan, pertama, pendekatan instruksional atau formal, yaitu dengan mengintegrasikan subjek-subjek, seperti tema-tema menyangkut keanekaragaman sosial- budaya, toleransi ke dalam materi, pemilihan contoh-contoh, studi kasus, dan bahasa. kedua, pendekatan informal, yaitu melalui sikap dan perilaku warga sekolah, harus dijauhkan sikap dan perilaku guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya yang hanya menonjolkan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok lainnya.
Dengan demikian diharapkan KTSP yang sudah sedang diimplementasikan di sekolah-sekolah memiliki nilai kontributif bagi pembentukan nation character, sebagai entitas dan identitas Indonesia yang sangat majemuk.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Menurut Panduan penyusunan KTSP, Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah: kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Pemahaman yang dapat dibangun dari rumusan panduan di atas adalah, antara standar isi dan standar kelulusan jelas memiliki korelasi, bahwa standar isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai standar kompetensi lulusan. Persoalannya adalah, apakah antara pengembangan silabus dan standar kompetensi lulusan juga masih memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi. Sebab, bukankah dengan menyerahkan kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan silabusnya sendiri merupakan sebuah mekanisme yang justru meninggalkan lubang menganga.
Persoalan semakin intens ketika pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai alat satu-satunya untuk mengukur kompetensi lulusan. Padahal mekanisme ini sendiri masih belum sesuai dengan aturan. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), "Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. lulus Ujian Nasional.
Merujuk pada aturan di atas, maka dari segi implementasi, belum sesuai dengan aturan, yang mana hanya menggunakan UN sebagai patokan dalam menentukan kelulusan siswa. Pada pihak lain masih pasal yang sama ayat (2), "Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri". Di sini nampak belum konsistennya pemerintah, pada satu sisi menyerahkan tanggungjawab kepada pihak sekolah, tetapi pada pihak yang lain pemerintah ikut menentukan kelulusan. Pertanyaannya adalah apakah antara standar kelulusan yang ditentukan pihak pemerintah (BSNP) realistis dengan proses pembelajaran yang berlangsung di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia. Apakah dari segi standar isi (SI) telah dipenuhi oleh seluruh sekolah di Indonesia sehingga dalam hal standar kelulusan pun (melalui UN) diberlakukan sama.
Jadi, kalau mau jujur secara substansial dalam KTSP tidak dikenal UN, sebab pengembangan standar isi oleh sekolah-sekolah menurut karakteristik, potensi daerah, dan kebutuhan-kebutuhan daerah, bukan diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi lulusan, sebagaimana yang diukur hanya melalui UN. Anik Gufron (2008:1) menyatakan, "upaya peningkatan mutu pendidikan seringkali dilakukan secara tak proporsional dan mengabaikan dimensi kepentingan pengguna dan konteks di mana usaha tersebut hendak dilakukan. Akibatnya, banyak produk peningkatan mutu pendidikan tak memiliki nilai efektivitas dan adaptabilitas yang tinggi".
Satu hal yang perlu dicatat pula bahwa, KTSP tidak semata-mata sebagai sebuah dokumen tetapi juga sebagai program. Karenanya memiliki dimensi praksis. Ikuti pertanyaan berikut: Mungkinkan sebuah kurikulum dapat diimplementasikan di lapangan? Dan, apakah dalam implementasinya didukung oleh sumber daya yang memadai? Sebab bukan tidak mungkin, penerapan suatu kurikulum baru berpotensi gagal, jika kurang mempertimbangkan secara masak-masak kekuatan sumber daya pengguna. Sebagaimana dinyatakan oleh Allan Ornstein dan Francis Hunkins (2004:298) bahwa, "One reason that a new curriculum may miscarry is that implementation has not been considered critical in curriculum development." Lebih lanjutnya ditegaskan bahwa, "Frequently, new and innovative programs are blunted at classroom doors." Jadi, suatu kurikulum baru yang baik secara ilmiah belum tentu dapat dilaksanakan, atau akan tumpul keilmiahannya di depan pintu ruang kelas.
KTSP dan Problem Nation
Hubungan kurikulum dengan kepentingan nation merupakan salah sudut pertimbangan yang tak terabaikan dalam melahirkan kurikulum. Sebab apapun produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tetap dalam bingkai kepentingan Negara-bangsa. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kepentingan nation. Nation (Inggris) artinya bangsa. Ada tiga kata yang memiliki kesepadanan, yaitu nation=bangsa, nationality=kebangsaan, dan nationalness=kenasionalan, yang semua selalu berarti sebagai semangat nasional atau individualitas nasional. Menurut H.A.R. Tilaar (2004:107):
Istilah nasionalisme dicetuskan oleh filsuf Jerman, Gerder serta uskup Perancis, Augustin de Barruel. Dalam khasanah bahasa Inggris sendiri istilah nasionalisme mulai baru dipakai pada tahun 1836 meskipun di dalam pengertian yang bersifat teologis, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa bangsa-bangsa tertentu dipilih oleh Tuhan. Istilah ini cenderung diartikan sebagai egoisme nasional. Pengertian ini terus berkembang dan dewasa ini nasionalisme diartikan sebagaiaman yang disebutkan di atas.
Dari segi maknanya, kepentingan yang hendak ditegakkan adalah bangsa bukan individu maupun kelompok. Selanjutnya Tilaar menyatakan, "Nasionalisme adalah suatu ideologi yang menempatkan bangsa di pusat permasalahan dan berupaya untuk mempertinggi keberadaannya".
Di sana aspek kesatuan nasional mendapatkan tempat terhormat karena menjadi perekat bagi semua komponen yang ada di dalamnya. Tanpa kesatuan nasional maka suatu Negara hanya dibangun atas simbol-simbol kekuasaan yang cenderung represif atas warganya dan tidak memiliki jiwa perekat. Bahwa Negara hanya sebuah eksistensi formal sedangkan bangsa merupakan suatu identitas dari komunitas yang berada di dalamnya. Itulah sebabanya, mengapa Tilaar menyebutkan sasaran yang ketiga adalah identitas nasional. Disadari bahwa komunitas sebuah Negara terdiri dari sub-sub komunitas menurut letak geografis, latar belakang suku, budaya, bahasa, agama, kelompok pekerjaan, gender, partai politik, dan seterusnya.
Kelompok-kelompok dengan berbagai latar belakang yang berbeda jika tidak diikat dan terikat dalam sebuah kesadaran nationality maka dipastikan secara esensial sebenarnya tidak ada kesatuan, tidak ada kerekatan, dan warga terpecah-belah ke dalam latar belakang yang berbeda-beda itu. Keterpecahan itu menjadi potensi destruktif bagi kesatuan bangsa.
KTSP sebagai perekat atau berpotensi lahirkan disintegrasi bangsa?
Tibalah kita pada jantung persoalan, apakah KTSP sebagai perekat atau berpotensi lahirkan disintegrasi bangsa? Dalam suatu kesempatan perkuliahaan DR. C. Asri Budingsih pernah melontarkan pernyataan, "ada wacana yang berkembang, ketika berdiskusi dengan Prof. Amin Rais, beliau berbicara soal KTSP, mungkinkah dapat menjamin integrasi bangsa, ataukah justru sebaliknya dapat menjadi ancaman disintegrasi." Bak "gayung bersambut", penulis merasa senang karena apa yang selama ini menjadi kegelisahaan penulis ada juga dalam pemikiran Prof. Amin Rais dan DR. C. Asri Budingsih. Bagaimana jika ide dalm diskusi kedua tokoh ini terus digulirkan, penulis sangat yakin bahwa ini dapat merubah arah kebijakan Depdiknas.
Memang PR besar bangsa ini adalah bagaimana membentuk nation character dari warganya. Sebab Indonesia merupakan sebuah entitas yang sangat majemuk. Oleh karena itu, perlu memikirkan model pendidikan yang dapat mendukung atau bahkan membentuk nation character. Menurut Ernest Renan sebagaimana dikutip oleh Tilaar (2004:110) bahwa "nation tidak dapat disamakan dengan kesatuan manusia yang didasarkan pada kesaman ras, agama, ataupun letak geografis. Menurut Renan kesatuan solidaritas, kesatuan dari manusia-manusia yang merasa bersetia kawan satu dengan yang lainnya akan membentuk jiwa suatu nation. Inilah azas spiritual dari suatu nation".
Kalau demikian, model pendidikan apakah yang dipandang tepat untuk hal ini? Karena nation menghendaki adanya perasaan solidaritas antar warga yang berlainan latar belakangnya, maka pendidikan multikultural dipandang sebagai model pendidikan yang tepat untuk menjawabnya. Menurut Farida Hanum (2008:3) pendidikan multikultural didefinisikan sebagai, "pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespons perubahan demografis dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan". Menurut Guy R. Lefrançois (2000:358), Kita membutuhkan pendidikan multikutural oleh karena pendidikanlah dianggap dapat merefleksikan pemahaman dan apresiasi akan perbedaan kultur dan mengakomodasi kebutuhan anak-anak dari latar belakang yang berbeda". Dalam konteks ini pendidikan multikultural ada dan dibutuhkan karena realitas masyarakat yang memang multikultural. Tidak bisa tidak, bahwa model pendidikan multikultural adalah sebuah keharusan dalam merespons realitas dimaksud. Menurut Guy R. Lefrançois (2000:358):
Bakns and Banks (1997) dalam Lefrançois (2000:362) menyatakan begitu pentingnya tujuan pendidikan multikultural, "One of it's major, they note, is to reform education system so that all children are treated equally by the school, regardless of their cultural and language background. A second related goal is to rid school systems of unequal treatment of boys and girls."
Tampak bahwa di sekolah sendiri ada praktik ketidakadilan baik dari guru terhadap siswa maupun dari siswa terdapa teman siswa yang lain. Lefrançois (2000:358) menyatakan, "Meeting the these goal, note Banks and Banks, requires major changes not only curriculum and teaching methods, but also in curriculum in teacher and administrators' attitudes." Dibutuhkan perubahan secara mendasar tidak saja menyangkut kurikulum dan metode pembelajaran tetapi juga dalam hal perilaku guru dan tenaga adminsitrasi.
Dalam pada itu menurut Hanum yang mengutip pendapat Tilaar, Istilah "pendidikan multikultural" dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat kultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategis pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif menurut Hanum, maka kurikulum pendidikan multikultural mestinyalah mencakup subjek-subjek seperti; toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama.
Implementasi pendidikan multikultural dalam KTSP dapat didekati dari dua pendekatan, pertama, pendekatan instruksional atau formal, yaitu dengan mengintegrasikan subjek-subjek, seperti tema-tema menyangkut keanekaragaman sosial- budaya, toleransi ke dalam materi, pemilihan contoh-contoh, studi kasus, dan bahasa. kedua, pendekatan informal, yaitu melalui sikap dan perilaku warga sekolah, harus dijauhkan sikap dan perilaku guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya yang hanya menonjolkan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok lainnya.
Dengan demikian diharapkan KTSP yang sudah sedang diimplementasikan di sekolah-sekolah memiliki nilai kontributif bagi pembentukan nation character, sebagai entitas dan identitas Indonesia yang sangat majemuk.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulan bahwa, KTSP sebagai kurikulum baru memiliki kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatan KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia.
Kelemahan KTSP adalah meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan standar kelulusan. Kelemahan lain adalah KTSP menyimpan potensi destruktif yang dapat berakibat pada disintegrasi bangsa. Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan konsisten menjalankan Pasal 72 PP 19/2005. Sementara untuk kelemahan kedua diatasi deng an menerapkan pendidikan multikultural.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulan bahwa, KTSP sebagai kurikulum baru memiliki kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatan KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia.
Kelemahan KTSP adalah meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan standar kelulusan. Kelemahan lain adalah KTSP menyimpan potensi destruktif yang dapat berakibat pada disintegrasi bangsa. Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan konsisten menjalankan Pasal 72 PP 19/2005. Sementara untuk kelemahan kedua diatasi deng an menerapkan pendidikan multikultural.
Daftar rujukan
mengawali sebuah perjalanan.
Widyatama Cahya (paphie)_(‘paphie’ low bukan ‘saphie’ awas jok sampe salah bacanya).laki-laki kecil pabrikan dari kota reog yang di rakit sekitar tanggal 05 Nopember 1989 ini mempunyai jiwa pemberani. Yaaa meskipun dy kecil namun dy pemberani n tangguh (seperti iklannya vega R aja...hehe). Dy sangat seneng bersih2 rumah makanya dy mo qt manfaatin untuk bersih2 kalau besok qt2 dah ngontrak....hehe. Tama ini anaknya nakal banget tapi krang dah taubat, udah tuwa nggak pantes di lihat anak cucu katane... Owya meski dya nakal namun prestasinya dy cemerlang low, dy juara I lomba baca puisi tingkat RT... Dy tu juga sangat rapi banget,lembar yang berisi materi kuliah pun di kumpulkan dan di kasih sampul sampai_sampai stiker pun juga dikoleksi. Wah jarang2 low cowox serapi ini...hehe
By: Kojekz
By: Kojekz
Langganan:
Komentar (Atom)